Friday, 4 February 2022

Mampu Menyimpan Nutrisi dan Rasa Yang Lebih Nikmat

Saat menyantap makan malam, saya mencoba 32 kali mengunyah, sejauh yang saya tahu, air liur dan makanan yang tercampur pada mulut dengan jumlah kunyahan tersebut, akan mudah  diekstraksi dalam tubuh. Sehingga nutrisi bisa tersimpan dengan baik dan mampu menambah rasa yang lebih nikmat. 

Saya menyadari semua yang tersimpan dan bertambah pada tubuh dengan proses yang tidak mudah, semua dilalui dan dilatih berkali-kali. Mengapa sampai demikian? Karena hal tersebut sangat jarang dilakukan oleh kebanyakan orang yang sedang makan. 

Sudah harus dipastikan juga, jika mau mengunyah makanan dengan jumlah 32 kali, kita mesti bersabar dalam mejalani prosesnya, kebiasaan ini sangat jarang dan perlu latihan yang panjang, karena bagi umumnya yang makan di tempat manapun, asal mengunyah makanan saja.

Jika dilihat dari proses di atas, ternyata belum cukup hanya melatih jumlah mengunyah. Untuk proses menyimpan nutrisi dan menambah rasa yang lebih nikmat  harus juga didukung dengan mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan masakan dengan cara yang baik, sehingga makanan yang kita santap sudah jelas akan kaya kandungan, besar manfaat dan luas berkahnya.

Selain dua hal di atas, masih ada hal yang perlu kita punya, yaitu kesadaran. Kita sadar bahwa cara menerima makanan itu paling penting, terkadang kita belum benar dalam menerimanya, dari setiap sajian rezeki apapun harus mampu diterima dengan syukur supaya tidak kabur hasiat terkuat dalam makanan.

Mengapa itu penting.  Hal itu  mampu menyimpan dan menambah nutrisi dan rasa yang lebih utuh. Pada setiap kunyahan menentukan kualitas, pada setiap cara mencari dan mengolah untuk menentukan kepantasan, dan pada setiap penerimaan dengan syukur menentukan  kuantitas berkah nutrisi dan rasa yang tidak terhingga, bukan hanya terserap  nutrisi  oleh celah cerna, namun mampu membuka celah hati dari Maha pemberi nikmat.

Semua itu memang tidak mudah, hanya bisa terjadi dengan rencana yang matang dan berulang dicoba, kedua hal tersebut saya ibaratkan dua  pasang cara yang bersamaan bergerak untuk terus berupaya menyajikan nikmat dan rasa yang hakiki.

Proses ini harus  menjadi potret baik, menjadi  moment untuk memulai berubah. Sudah saatnya nutrisi dan rasa yang masuk dalam lembar halus lambung kita, menjadi sari-sari makanan yang berubah menjadi energi ketenangan lahir dan batin. Setiap makanan yang kita makan sepatunya menjadi cermin kejernihan spritual.

0 comments:

Post a Comment